Rabu, 13 Juni 2012

Jangan Bius Akalmu Tuan!

(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN VOKAL, 11 JANUARI 2011).
Tuan! Kadis Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar, Azmi lagi marah. Emosinya meledak karena borok dinasti pengawai negeri yang dibangun di dinas yang dipimpinnya diberitakan. Emosinya tak terkendali ketika perangainya diketahui publik.

Wahai Tuan! Jangan kau bius akalmu. Kata Said Hawa, dalam buku Mensucikan Jiwa, marah adalah bius akal. Ketika akal manusia terbius, setan mempermainkannya seperti anak kecil mempermainkan bola. Hati sebagai benteng. Untuk menjaga benteng tersebut dari serangan musuh, pintu-pintunya harus disiaga satukan. Satu di antara pintunya adalah marah.
Marah merupakan ekspresi gejolak jiwa, tetapi inilah marah yang dibolehkan; yaitu ketika melihat hukum Allah dilanggar atau tatkala hal-hal yang diharamkan telah membudaya di masyarakat. Rasulullah tidak pernah marah untak kepentingan pribadi atau keluarganya, kecuali hanya diarahkan jika hak-hak Allah diabaikan. Diceritakan apabila Rasulullah dihadapkan pada dua pilihan, maka ia akan memilih yang lebih mudah, selama hal tersebut tidak mengandung unsur dosa. Seandainya hal tersebut mengandung dosa, maka Rasulullah menjauhinya. Demi Allah! Ia tidak pernah marah ataupun balas dendam hanya karena kepentingan dirinya, kecuali apabila ia melihat hal-hal yang diharamkan.
Di lain riwayat dikisahkan; ketika dua orang bertentangan di hadapan Nabi dan seorang di antaranya marah sehingga wajahnya berubah merah. Nabi berkata, “Aku tidak mengetahui sebuah kata yang dapat meredam amarah, kecuali jika ia berucap A'udzu billahi minasy syaithanir rajim. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu berkata kepada keduanya 'apakah kalian tidak mendengar apa yang dikatakan Nabi!' Salah seorang mereka menjawab, 'Aku ini tidak gila,' dan merekapun pergi."

Nasihat yang disampaikan Nabi di atas tak lain agar keduanya segera mohon perlindungan Allah - dari setan -, sebab setanlah yang menyulut api amarah di dalam hati mereka. Tetapi, seorang di antaranya mengabaikan nasihat tersebut disebabkan api amarahnya.
Marah adalah sikap yang tidak mengandung kebaikan sedikit pun, kecuali marah karena Allah. Sebaliknya, sikap tersebut akan melahirkan berbagai hal negatif. Bahkan tak jarang seseorang karena marahnya, tak segan melanggar hak-hak orang lain, bahkan memutuskan tali persaudaraan. Seharusnya orang bersikap lemah lembut dan menahan emosi serta pemaaf.
Nabi bersabda, 'Apabila seorang di antara kalian marah dalam keadaan berdiri, maka anjurkan dia untuk duduk, dan jika hal itu belum juga membuat reda marahnya, anjurkan untuk berbaring." (HR. Ahmad dan Abu Daud). Karena orang yang dalam keadaan berdiri lebih cepat marah ketimbang pada saat ia sedang duduk. Begitu pula halnya dengan kondisi berbaring.
Ups...Fulan tersadar. “Aku bukan ustaz, lantas apa pula kapasitas saya berceramah pada kadis itu,” kata Fulan sembari menutup lembaran hadist yang dibacanya. ***

1 komentar: