Selasa, 12 Juni 2012

Adakah Rentenir di Bengkalis?

(tulisan ini disebarluaskan harian Vokal, 28 September 2010)
Alamak! Ada bayi gizi buruk di Bengkalis. Ayam mati di lubung padi. Kabupaten super kaya di republik ini, tapi ada warganya kurang makan, minus gizi, dan tak sempurna asupan. Alih-alih kontras dengan kekayaan daerah, bayi bernama Solihin itu akhir meninggal dalam keadaan kurus kering.
Apakah pemerintah di Kabupaten yang Dana Bagi Hasil (DBH) sekitar Rp 1,5 triliun lebih itu tak mendengar jeritan penderitaan warganya? Apakah uang banyak telah membuat mereka terlena? Apakah dana yang tidak sedikit itu tak dimanfaatkan untuk meningkatkan pereekonomian masyarakat? Apakah mereka penguasa saja menikmatinya? Atau jangan-jangan mereka bermental rentenir? Memanfaatkan kapasitas dan uang untuk memeras yang dipimpin? Entah Fulan!
Kata-kata rentenir membuat ingatan melayang pada sebuah kisah di suatu desa kecil di India sebagaimana ditulis Anton Huang. Seorang petani yang sangat miskin mempunyai utang yang sangat besar kepada rentenir setempat. Rentenir itu, sudah tua, bangkotan, eee…. malah tertarik pada putrinya petani. Karena hati sudah dibalut rasa ingin memiliki, sang rentenir mengajukan penawaran. Semua utang akan dia lupakan jika dia dapat menikahi putrinya petani. Sang petani dan putrinya pun bingung dengan tawaran tersebut. Sepertinya mereka tidak setuju.
Melihat gelagat penolakan, si rentenir mengajukan tawaran lagi untuk membuat keputusan. Dia mengatakan bahwa dia akan meletakkan keping hitam dan keping putih di dalam kantong kosong kemudian sang putri petani diharuskan untuk mengambil satu keping dari kantong dimaksud. Jika sang putri mendapatkan keping hitam, dia akan menjadi istri rentenir dan utang petani lunas. Manakala sang putri mendapatkan keping putih, rentenir tidak akan menikahi sang putri dan utang petani lunas. Selanjutnya bilamana pula putri menolak mengambil keping, sang petani akan dipenjara.
Berada di halaman rumah petani yang banyak terdapat keping uang, si rentenir mengambil dua keping. Ketika mengambil, mata sang putri yang tajam melihat bahwa keping yang dimasukkan ke dalam kantong keduanya berwarna hitam. Lantas rentenir menyuruh sang putri mengambil keping itu. Sekarang bayangkan Anda ada di sana, apa yang kamu lakukan jika Anda sebagai putri? Jika Anda harus menolong sang putri, apa yang harus Anda lakukan kepada sang putri? Kisah digunakan untuk membedakan pemikiran logika dan lateral thinking. Dilema sang putri tidak dapat diselesaikan dengan logika awam. Hmm…ternyata sang putri itu sosok yang cerdas. Ia memasukkan tangannya ke dalam kantong dan mengambil satu keping. Tanpa melihat keping tersebut, secara sengaja menjatuhkan (setengah melempar) keping tersebut ke halaman dan bercampur dengan keping–keping yang lain di halaman. “Oh, betapa bodohnya aku,” kata sang putri “Tapi, Tuan tidak usah khawatir, jika Tuan melihat sisa kepingan di dalam kantong, Tuan akan mengetahui keping mana yang saya ambil.”
Dengan begitu, sisa yang ada di dalam kantong adalah keping berwarna hitam sehingga diasumsikan bahwa sang putri telah mengambil keping yang berwarna putih. Sejak rentenir berani menyatakan untuk tidak jujur, sang putri mengubah dari keadaan yang kelihatannya mustahil menjadi keadaan yang sangat menguntungkan.
Wahai masyarakat Bengkalis! Keadaanmu tak jauh beda dengan cerita ini. Banyak alasan pemerintah untuk tidak membantumu. Yang beginilah, yang begitulah. Sementara uang berputar di sekitar orang berkuasa dan berduit saja. Lalu Anda dikemanakan Tuan? Jika dipaksa, katanya sudah menganggarkan bermiliaran rupiah kepada masyarakat kurang beruntung secara ekonomi. Tapi kok masih banyak miskin. Tidak tepat sasaran atau uang itu diambil siluman Tuan! Hmm…daerah aneh yang kaya Tuan! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar