Selasa, 12 Juni 2012

Inilah Kata yang Menakutkan

(TULISAN INI DIPUBLIKASI HARIAN VOKAL, 1 NOVEMBER 2010)
Bak bisikan. Tapi seperti nyata. Ada suara yang terdengar ketika membaca berita Mentawai Berduka dan Merapi Mengamuk. “Wahai Fulan! Rasulullah bersabda; Kematian yang tiba-tiba adalah rahmat bagi orang yang beriman, dan nestapa bagi pendosa.”
Termenung Fulan dibuatnya. Menelisik makna kata demi kata. Kematian. Sebuah momen sakratul maut. Mengingat kata yang menakutkan itu, Fulan pernah bermimpi. Seorang anak muda bermuka bersih mendatanginya. Sang pemuda mengajaknya duduk di sebuah batu dekat aliran sungai. Tapi entah dimana sungai itu? Fulan tak tahu.
Akan tetapi dalam mimpi itu, pemuda itu bercerita soal pahit getirnya ketika malaikat maut mencabut nyawa.  “Seandainya setetes dari rasa sakitnya kematian diletakkan di atas semua gunung di bumi, niscaya gunung-gunung itu akan meleleh,” kata anak muda itu memulai. Sejatinya, manusia memikirkan kematian dan meningkatkan perhatian dalam mempersiapkan diri dalam menghadapinya. Seorang filsuf mengatakan, “Malapetaka di tangan orang lain tak bisa diramalkan? Dan Luqman A.S pernah berkata kepada anaknya; “Wahai, anakku. Jika ada sesuatu yang tak bisa kau pastikan bila dia datang, maka persiapkan dirimu untuk menghadapinya sebelum dia tiba sedangkan engkau dalam keadaan lengah.” Kendati ujung hidup yang dibahasnya, Fulan dalam mimpi itu tak bosan mendengar. Karena respon Fulan begitu dalam, sang pemuda kian percaya diri bicara. Katanya, keluarbiasaan rasa sakit dalam sakratul maut tak dapat diketahui dengan pasti kecuali oleh orang yang telah merasakannya. Sedangkan orang yang belum pernah merasakannya hanya bisa mengetahuinya dengan cara menganalogikannya dengan rasa sakit yang benar-benar pernah dialaminya, atau dengan cara mengamati orang lain yang sedang berada dalam keadaan sakratul maut. Lewat jalan analogi, yang akan membuktikannya derita sakratul maut, akan diketahui bahwa setiap anggota badan yang sudah tidak bernyawa tidak lagi bisa merasakan sakit. Jika ada jiwa, maka serapan rasa sakit itu tentulah berasal dari aktivitas jiwa. Dan ketika ada anggota tubuh yang terluka atau terbakar, pengaruhnya akan menjalar kepada jiwa. Sesuai dengan kadar yang menjalar ke jiwa, maka sebesar itu pula rasa sakit yang dialami oleh seseorang. Derita rasa sakit itu terpisah dari daging, darah, dan semua anggota tubuh yang lain. Tak ada yang bisa mencederai jiwa kecuali penyakit-penyakit tertentu. Jika salah satu dari sekian banyak penyakit langsung mengenai jiwa dan tidak berpencar ke bagian-bagian yang lain, maka betapa pedih dan kerasnya rasa sakit itu. Sembari matanya melihat aliran sungai, pemuda itu terus mengurai kata demi kata. Sakratul maut adalah ungkapan tentang rasa sakit yang menyerang inti jiwa dan menjalar ke seluruh bagian jiwa. Tak ada lagi satupun bagian jiwa yang terbebas dari rasa sakit itu. Rasa sakit tertusuk duri misalnya, menjalar pada bagian jiwa yang terletak pada anggota badan yang tertusuk duri. Sedangkan pengaruh luka bakar lebih luas karena bagian-bagian api menyebar ke bagian-bagian tubuh lain sehingga tidak ada bagian dalam ataupun luar anggota tubuh yang tidak terbakar, dan efek terbakar itu dirasakan oleh bagian-bagian jiwa yang mengalir pada semua bagian daging. Adapun luka tersayat pisau hanya akan menimpa bagian tubuh yang terkena, dan karena itulah rasa sakit yang diakibatkan oleh luka tersayat pisau lebih ringan daripada luka bakar. Akan tetapi rasa sakit yang dirasakan selama sakratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota badan. Orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat saraf, persendian, dari setiap akar rambut, kulit kepala sampai ke ujung jari kaki. Jadi, jangan Anda tanyakan lagi tentang derita dan rasa sakit yang tengah dialaminya. Warna kulitnya pun berubah menjadi keabu-abuan menyerupai tanah liat, tanah yang menjadi sumber asal-usulnya. Setiap pembuluh darah dicerabut bersamaan dengan menyebarnya rasa pedih ke seluruh permukaan dan bagian dalamnya, sehingga bola matanya terbelalak ke atas kelopaknya, bibirnya tertarik ke belakang, lidahnya mengerut, kedua buah zakar naik, dan ujung jemari berubah warna menjadi hitam kehijauan.Jadi, jangan lagi Anda tanyakan bagaimana keadaan tubuh yang seluruh pembuluh darahnya dicerabut, sebab satu saja pembuluh darah itu ditarik, rasa sakitnya sudah tak kepalang. Jadi, bagaimanakah rasanya jika yang dicabut itu adalah ruh, tidak hanya dari satu pembuluh, tetapi dari semuanya? Kemudian satu per satu anggota tubuhnya akan mati. Mula-mula telapak kakinya menjadi dingin, kemudian betis dan pahanya. Setiap anggota badan merasakan sekarat demi sekarat, penderitaan demi penderitaan, dan itu terus terjadi hingga ruhnya mencapai kerongkongannya. Pada titik ini berhentilah perhatiannya kepada dunia dan manusia-manusia yang ada didalamnya. Pintu taubat ditutup dan diapun diliputi oleh rasa sedih dan penyesalan. Dahulu ada kisah, katanya, ketika sekelompok Bani Israil berjalan melewati pekuburan, dan seorang di antara mereka berkata kepada yang lain, “Bagaimana jika kalian berdoa kepada Allah agar Dia menghidupkan satu mayat dari pekuburan ini dan kalian bisa mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya?  Mereka pun lalu berdoa kepada Allah SWT. Tiba-tiba mereka berhadapan dengan seorang laki-laki dengan tanda-tanda sujud di antara kedua matanya yang muncul dari salah satu kuburan itu. “Wahai, manusia. Apa yang kalian kehendaki dariku? Lima puluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun kini rasa pedihnya belum juga hilang dari hatiku!” Seiring dengan itu Syaddad bin Aus berkata, “Kematian adalah penderitaan yang paling menakutkan yang dialami oleh seorang yang beriman di dunia ini atau di akhirat nanti. Ia lebih menyakitkan daripada dipotong-potong dengan gergaji, disayat dengan gunting, atau digodok dalam belanga. Seandainya seseorang yang sudah mati bisa dihidupkan kembali untuk menceritakan kepada manusia di dunia ini tentang kematian, niscaya mereka tidak mempunyai gairah hidup dan tidak akan bisa merasakan nikmatnya tidur.” Mendalam sekali makna kalimat itu. Fulan terpana serIus mencerna makna demi makna. Dalam keseriusan bertiup angin, sontak Fulan terbangun. “Hmm…mengerikan sekali mimpiku Tuan!” katanya dalam hati. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar