Selasa, 12 Juni 2012

Tuan Guru Dibolehkan Tidak Jujur

(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN VOKAL, 14 OKTOBER 2010)
Tak selamanya mesti jujur. Namun bukan berarti harus jadi penipu. Demi sesuatu, diri melakukan bijak sana bijak sini. Kayak bunglon di atas bumi. Menyembunyikan diri demi capaian nafsu perut dan lain sebagainya. Bermuka banyak namanya!
Barangkali inilah yang disebut tak jujur dalam pengetahuan, namun dilakukan diatas sebuah pertimbangan kemanusiaan. Ada kisah Yan Hui, seorang murid kesayangan Confusius. Dia suka belajar dan sifatnya baik. Suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko kain sedang dikerumunin banyak orang. Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat.
Pembeli berteriak: “3×8 = 23, kenapa kamu bilang 24? “Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata: “Sobat, 3×8 = 24, tidak usah diperdebatkan lagi”. Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hu. “Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius. Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan”. “Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?” “Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?” kata pembeli.
“Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu”. Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius.
Setelah Confusius tahu duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa. “3×8 = 23. Yan Hui, kamu kalah. Kasihkan jabatanmu kepada dia.” Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya. Ketika mendengar Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu dia berikan kepada pembeli kain. Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas. Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusius tapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau lagi belajar darinya. Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. Confusius tahu isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya..
Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai, dan memberi Yan Hui dua nasihat. “Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan membunuh.”
Di dalam perjalanan tiba-tiba angin kencang disertai petir. Kelihatannya sudah mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon tapi serta merta ingat nasihat Confusius dan dalam hati berpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia meninggalkan pohon.
Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui terkejut, nasihat gurunya yang pertama sudah terbukti. Yan Hui tiba di rumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Sesampai di depan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan. Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya. Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasihat Confusius. Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur di samping istrinya adalah adik istrinya.
Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius sambil berlutut. “Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?”
“Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung di bawah pohon.. Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh,” jawabnya. “Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum,” puji muridnya.
 “Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku. Cobalah kamu pikir. Kemarin guru bilang 3×8=23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. Tapi jikalau guru bilang 3×8=24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan hilang satu nyawa. Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan satu nyawa yang lebih penting?” Yan Hui sadar akan kesalahannya. “Guru mementingkan yang lebih utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar-benar malu.” Sejak itu, kemanapun Confusius pergi Yan Hui selalu mengikutinya.
Wahai Tuan dan Puan! Jikapun kamu bertaruh dan memenangkan seluruh dunia, tapi kamu kehilangan si dia, apalah artinya. Bersikeras melawan bos. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. Saat penilaian bonus akhir tahun, kita akan mengerti. Bersikeras melawan suami. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. (Suami tidak betah di rumah). ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar