Selasa, 12 Juni 2012

Jangan Atur Pula Tuhan Bung!

(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN, 13 OKTOBER 2010)
Ini anak kecil kesepian. Ia seorang diri berkutat dengan mainannya. Ketika asyik-asyiknya bermain, tiba-tiba mainan rusak. Awalnya dia mencoba untuk mebetulkannya sendiri, tapi rupanya tidak membuahkan hasil. Lantaran itu dia mendatangi dan meminta bantuan ayahnya.
Namanya anak kecil yang dasarnya cerewet, sambil memperhatikan ayahnya dia terus memberikan instruksi. “Ayah, coba lihat bagian sebelah kiri, mungkin di situ kerusakannya.” Ayahnya menurutinya, tapi ternyata belum betul juga mainannya.
Lagi-lagi si mulut mungil itu berkomentar. “Oh, bukan di situ Yah, mungkin yang sebelah kanan, coba lihat lagi Yah.” Kali ini ayahnya juga menurutinya, tapi lagi-lagi mainannya itu belum betul.
“Kalau begitu coba yang di bagian depan Yah, mana tahu masalahnya ada di situ.” Sang ayah marah kali ini. “Sudah, kalau kamu memang bisa, mengapa tidak kamu kerjakan sendiri saja? Jangan ganggu Ayah lagi. Ayah banyak kerjaan lain.”
Kena berang, lantas si anak berupaya untuk membetulkan sendiri. Namun kerja kerasnya tak juga berhasil. Akhirnya dia kembali kepada ayahnya sambari merengek. “Tolonglah Yah, aku suka sekali mainan ini, kalau rusak begini bagaimana? Tolong Ayah betulkan supaya bisa jalan lagi ya.”
Namanya juga seorang ayah, dia tidak tega mendengar rengekan anaknya. Si ayah akhirnya menyerah.  “Baiklah Nak. Ayah akan membetulkan mainanmu asal kamu berjanji tidak boleh memberitahu Ayah apa yang harus dilakukan. Kamu duduk saja dan perhatikan Ayah bekerja. Tidak boleh mencela.”
Ketika ayahnya sedang memperbaiki mainannya, si anak mulai berkomentar lagi,” Jangan yang itu Yah, kayaknya bagian lain yang rusak.”
Tapi kali ini ayahnya mulai tegas.  “Kalau kamu berkomentar lagi, mainan ini akan ayah lepaskan dan silahkan kamu berusaha sendiri.” Karena takut ayahnya akan benar-benar melakukan apa yang dikatakannya, anak itu diam dan duduk manis melihat ayahnya membetulkan mainannya sampai bisa berjalan lagi tanpa mengeluarkan komentar apa pun.
Selaras dengan kisah itu, ada seorang pejabat eselon III di Riau. Bicaranya begitu religius. Sedikit-sedikit percakapannya bersandar kitab suci. Setiap kalimat terucap, setiap itu pula ada diikutkan Firman Tuhan. Cita-citanya naik haji, kendati sudah pernah umrah.
Sebelum azan berkumandang, dia sudah tiba di musala kantor tempat dia bekerja. Zikirnya lama. Sekilas tampak khusuk dalam pandangan kasat mata. Lama dia bermunajat di Rumah Tuhan.
Tapi berselang tak lama pasca salat, dia mulai menggerutu. Gerutuannya tak hanya menyinggung atasan, melainkan juga Tuhan. Ya…seperti anak kecil itu, katanya dia berserah kepada Tuhan, tapi masih ingin mengatur Tuhan. Dia serahkan semuanya pada Sang Pencipta dengan penuh tawakal, tapi manakala membaca kemungkinan terburuk, dirinya menggeluh. “Itu tak adil. Itu tidak pas. Pasti ada yang kurang pas dipertimbangkan Tuhan,” katanya
Fulan! Kata orang alim; “Bila kita sungguh-sungguh pasrah kepada kehendak Tuhan, niscaya Tuhan sangat mencintai kita  dan melakukan yang terbaik, malah lebih dari apa yang bisa kita pikirkan dan doakan. Biarlah Tuhan menjadi Tuhan, banyak manusia mengalami kegagalan dan ketidakseimbangan dalam hidup, karena sering mengambil alih pekerjaan Tuhan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar