Selasa, 12 Juni 2012

Kembalikan Cinta pada Fitrahnya Tuan!

(tulisan ini disebarluaskan HARIAN VOKAL, 11 september 2010)
Luar biasa banyaknya anak Asentus Ogwella Akuku, asal Ndhiwa, Kenya. 210 orang keturunan lelaki yang menikahi 130 perempuan. Sungguh menakjubkan lambang poligami dari benua Afrika tersebut.
Hmm…istri sebanyak itu dan anak sejamak jumlah demikian, betapa repot mengurusnya. Banyak kepala, banyak kehendak. Banyak pribadi, beragam sikap. Setiap hari harus berhadapan dengan ketidaktunggalan karakter. Apa Akuku mampu membina, mendidik dan mendamaikan keluarga besarnya? "Beliau (Akuku) telah menjadi penasihat dan pelindung kami," kata Dorcas Matunga, salah satu menantu Akuku.
Keturunan Akuku sekarang hidup tersebar di Kanyamwa dan Aora Chuodho di Kabupaten Ndhiwa dan Karungu di Kabupaten Nyatike, Kenya. Sebagian putra dan cucu-cucunya mendapat pendidikan yang baik, bekerja untuk pemerintah atau swasta. Lantas apa pula resep keperkasaannya Akuku? Tanpa malu kakek tua itu mengatakan pola makan yang ketat. "Saya menghindari banyak lemak dan garam. Itu menghindarkan saya dari penyakit. Makan pada waktunya dan tak makan apa pun di luar waktunya," ujarnya. Namun, berita duka menimpa keluarga besar kakek perkasa ini. Minggu (3/10) Akuku dilarikan ke rumah sakit karena diabetes yang dideritanya dan menghembuskan nafas terakhirnya setelah dirawat beberapa jam.
Tapi ada pula cerita seorang keluarga kecil yang kurang terampil dalam menahan emosi. Anaknya baru satu orang, tetapi keluarga itu kurang cekatan menyayangi buah hatinya. Anaknya baru berumur 3,5 tahun. Ketika itu ia menangis. Ayahnya membentak dengan keras dan sang anak merasakan perasaannya betapa perih.  Maksud hati hanya ingin bermain-main dengan ayahnya yang baru pulang kerja, berupa jadi ajang kemarahan. Ayahnya sangat lelah.
Melihat anaknya menangis, sang ayah pun menyesal.  Ia peluk anaknya.  Ia katakan: “Maafin Ayah Sayang.”  Sang anak tak bergeming.  Ia benar-benar kecewa pada ayahnya.  Ia bahkan terus menangis sesegukan.  Hal yang membuat hati sang ayah teriris-iris sembilu.  Dan air mata pun mulai menggenang di matanya.
 Kembali ia membujuk anaknya.  “Nak, ayah mohon.  Maafin ayah.  Ayah tak bermaksud menyakitimu.  Ayah sangat sayang sama kamu.”
 “Aku cuma ingin main sama Ayah.  Apa itu salah?”
 “Tidak Nak, Tidak.  Kamu tidak salah.  Ayah yang salah telah membentakmu.  Maafin ayah ya?”  ujar sang ayah sembari air matanya mengalir makin deras.
 Sang anak terdiam sejenak.  Tapi tangisnya telah berhenti.   Ayahnya berkata lagi: “Yuk, kamu mau main apa sih sama Ayah?”
 “Aku mau main bola, Ayah.  Nih bolanya dah aku siapin”
 “Ayo kalau begitu”  Kata sang Ayah sambil menuntun anaknya ke halaman.  Tapi tiba-tiba ayah berhenti.  Anaknya mengikuti berhenti juga.  ”Kamu udah maafin Ayah kan, Sayang?”  tanya ayah.
Sang anak tersenyum dan mengangguk.  Senyuman dan anggukan yang melegakan hati Ayah.  Ayah pun memeluk.  Sang anak membalas pelukan itu dengan erat.  Dan ketika keduanya melepas pelukan, dua hati telah kembali ke fitrah bahagianya.  Mereka pun bermain bola dengan asyik dan gembira sampai bermandikan keringat.  Ajaib.  Kelelahan sang ayah setelah bekerja seharian justru hilang.  Mereka pun masuk ke dalam rumah dengan gembira.
Hmmm…Betapa dalam, betapa lebar, betapa panjangnya cinta itu. Percayailah cinta, karena cinta selalu yakin pada Anda.  Nikmatilah cinta, karena tak ada yang lebih indah darinya.  Jadilah cinta, karena memang itulah sejatinya diri Anda.
Namun kata seorang motivator, berhati-hati lah dengan emosi Anda.  Anda harus bisa mengendalikan ekspresi perasaan agar tidak merusak siapapun.  Tidak merusak Anda, dan orang-orang yang Anda cintai. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar