Selasa, 12 Juni 2012

Setan Bahagia Ketika Wakil Rakyat Rapat

(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN VOKAL, 20 OKTOBER 2010)
Hari masih pagi. Matahari baru saja merangkak dari ufuk timur, namun di ruangan rapat DPRD di sebuah kabupaten di Riau, terdengar suara; “Ha…” Tak lama kemudian suara itu disambung lagi oleh orang yang tidak sama. Seperti bunyi talu-bertalu. Sahut-menyahut. Pendek kata bak ada pesta menguap.
Si Fulan yang ada di ruangan tersebut tercenggang. “Kenapa wakil rakyat pada mengantuk? Apakah mereka tidak cukup tidur lantaran memikirkan masyarakat banyak?” tanyanya dalam hati.
Dalam tanya, terngiang sebuah hadist. Fulan lalu duduk di kursi bagian belakang. Diinap-mennungkan sabda Nabi. Berkerut juga kening Fulan dibuatnya. Usai itu, baru dia ingat. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT suka orang yang bersin, dan membenci orang yang menguap. Maka apabila seseorang kamu bersin, lalu dia mengucapkan 'Alhamdulillah', adalah hak atas setiap Muslim yang mendengarnya pula mengucapkan Yarhamukallah. Adapun menguap itu adalah daripada setan. Maka apabila seseorang kamu menguap, hendaklah dia menahannya sekadar termampu dan usahakan jangan sampai berbunyi. Sebab sesungguhnya apabila seseorang kamu menguap, setan akan mentertawakannya.”
Apabila seseorang menguap, hendaklah dia meletakkan tangannya pada mulutnya, karena sungguhnya setan itu akan masuk melalui mulut yang terbuka. Apakah menguap menular? Apakah Anda pernah memperhatikan orang menguap saat berada di kerumunan? Lazimnya, setelah ada yang menguap, tidak lama kemudian akan ada orang lain lagi yang menguap, dan seterusnya. Fakta ini membuat banyak orang percaya bahwa menguap bisa menular secara berantai. Penyebab persis menguap belum ditemukan hingga saat ini. Pendapat yang banyak dikemukakan menyebutkan bahwa menguap terjadi karena oksigen dalam tubuh minim. Biasanya, orang bisa menguap saat kondisi tubuh lelah, malas, bosan, atau mengantuk. Kebiasaan menguap ini tidak mengenal usia. Mulai dari bayi yang baru lahir hingga orang lanjut usia, punya kebiasaan menguap. Penelitian terbaru dijalankan oleh Guru Besar Psikologi di Universitas Dexter, Philadelphia, Amerika Serikat (AS), Steven Platek dan dipublikasikan oleh jurnal Cognitive Brain Research. Secara singkat, majalah Shine, mengutip bahwa Platek mengungkapkan menguap bisa menular karena adanya efek empatetik dalam aktivitas tersebut. Proses menguap itu, kata dia, mirip dengan tertawa. Saat ada satu orang tertawa dalam sebuah kerumunan, biasanya bakal muncul orang lain yang memberikan respons dengan tertawa juga. Efek penularan menguap bukan hanya muncul dari penglihatan, tapi juga bisa muncul dari pendengaran, membaca artikel tentang menguap, atau bahkan berpikir tentang menguap. Dia dan tim penelitinya meyakini bahwa penularan menguap merupakan cara primitif pemodelan perasaan manusia yang terkait dengan manusia yang lain. Tidak hanya menular, ternyata beberapa studi juga mengungkapkan bahwa aktivitas menguap itu tidak bisa dikontrol. Buktinya, saat seseorang punya keinginan menguap, maka dia akan sangat sulit untuk menahannya. Biasanya, dia hanya bisa menahan agar mulutnya tidak terbuka saat menguap.
Setelah panjang lebar merenungkan ulasan menguap, Fulan lantas tertawa sendiri. Mungkin dia tertular bahagia setan yang sedang pesta pora. Setan yang gembira melihat wakil rakyat menguap yang berbunyi; “Ha….” Jadilah rapat legislatif sebagai pesta bahagia setan! Anggota rakyat yang rapat, iblis yang senang.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar